Engkau cantik,engkau manis inah. Senyummu ah...bagai seorang dewi. Apabila berjalan,setiap mata memandang. Rambutmu bagaikan buah pinang terbuka dari manggarnya,lebat mengkilat disinari mentari,seolah cemburu oleh kecantikanmu. Di kampung ini engkau bagaikan sekumtum mawar ditengah belukar,hingga tidak sedikit orang-orang yang bertengkar dan berkelahi hanya karena merebutkanmu.
" jangan gila dengan bayanganmu,yan? "
" aduh mak,apa tau arti sebenar sebuah cinta "
" inah itu cantik,selayaknya menjadi istri seorang anak raja. yang kamu itu punya apa? "
" mak,jangan berkata aku tiada apa. aku ada hati dan perasaan "
" engkau itu cuma seorang petani,mana pantas memperistrikan dia? "
" sudahlah mak,peduli apa dengan status aku bekerja. yang penting,inah menjadi istriku "
Setiap kali bersua dengan inah,apabila matanya yang bagai bintang kejora menatap wajahku. Ketika bibirnya yang bagai delima mekar bertutur kata,terasa olehku seolah dinia ini hanya miliku,kebahagiaan yang tidak terungkapkan oleh sejuta kata.
" mengapa engkau terlalu baik terhadapku,yan? ". Inah menanyaiku
" inah "
" heran,aku ada beribu sahabat,aku ada beratus saudara-saudaraku,namun kasih yang engkau tunjukan kepadaku,mengatasi mereka semua "
Memang,aku sayangkan inah. Aku cintakan inah. Aku kasihankan inah. Buatku,dialah insan yang paling berarti buatku. Betapa kalaulah dia menjadi istriku nanti,insya Allah,akan kuberikan sepenuh kebahagiaan kepadanya. Kebahagiaan sepanjang hayat.
" kamu ingat,engkau dapat memperistrikan dia ,yan? "
" mengapa tidak "
" kamu ingat kamu kaya? "
" inah tidak memandang kekayaan "
" kamu ingat kamu lawa? "
" kamu jangan mempermainkan aku,Darmin. aku tau yang aku tidak hensem,tidak ganteng. tapi jadilah,karena rupaku seperti manusia "
Jengkel rasa hatiku apa bila Darmin mentertawakan kata-kataku.mau rasanya kutumbuk mukanya. Tapi karena Darmin itu lebih besar dan kuat dariku,aku terpaksa mengalah.
Aku akan bekerja keras. Aku akan mengumpulkan duit sebanyak-banyaknya. Setelah itu,meminang Inah. Lepas kawin nanti,aku akan buat rumah baru. Tentu senang hidup berdua. Tentu tiada orang yang mau menegur,kalau aku dengan Inah,asik mau bercengkrama sepanjang hari. Setelah itu,kami akan punya anak. Anak yang comel dan nakal,dan kami hidup bahagia.
Bagaimana kalau pinanganku ditolak keluarganya Inah. Keluarganya Inah tentu keberatan bermantukan aku,yang hanya seorang petani. Dan berapa banyakah pendapatanku. Ah,persetan itu semua. Kalau pinanganku ditolak,aku akan bawa Inah lari. Kami akan kawin,kawin sirih.
" yan,mengapa kamu bekerja mati-matian begini? "
" karena engkau inah "
Alangkah bahagianya,ketika Inah tersenyum padaku. Bibirnya membentuk panorama yang indah. Betapa kalaulah aku dapat mengucup bibir itu. Selama ini,Inah tidak pernah mengijinkan aku,walau sekedar untuk merasai kelembutan tanganya. Aku ingin mengusap rambutnya. Aku ingin mencium pipinya yang selembut kulit bayi itu. Namun Inah tidak pernah mengijinkanya. Malah,terkadang dia memarahiku apabila aku coba-coba menggatal.
Aku pernah mengajak Inah berjalan-jalan,melihat keindahan kota. Aku pernah mempelawa dia makan angin ditepi pantai. Aku pernah mengajak dia nonton filem,namun Inah menolak. Katanya,tak manis berjalan berduaan. Ditambah lagi kami belum menikah. Tunggulah setelah menikah nanti.
Aku paham. Inah gadis kampung yang masih tebal dengan susila ketimuranya. Aku menghormati pendirian hidupnya. Aku menghormati keluhuran budinya. Dan aku menyayangi ketulusan hatinya. Inah,aku cinta padamu. Aku sayang padamu. Engkaulah ratu hatiku.
" kamu benar-benar mau meminang inah,yan? "
" sungguh,mak! "
" kamu ingat inah mau? "
" lebih dari mau! "
" kamu ingat kamu mampu menanggung istri? "
" saya akan bekerja keras! "
" bagaimana kalau pinangan kamu ditolak? "
" saya akan bawa inah lari! "
" takan sampai mau buat begitu,yan? "
" karena saya cintakan dia "
oooOooo
Dikampung,Inah tidak bekerja selain membantu keluarganya. Suatu hari Inah menyatakan hasratnya hendak kekota. Dikota dia mau bekerja dengan Bibinya yang punya restauran. Inah mau bekerja karena mau mengumpulkan duit. Dia tidak mau,setelah kawin nanti,semua menjadi bebanku. Meski keberatan,namun aku merelakan Inah pergi.
Seminggu setelah Inah pergi,aku tidak lalu makan. Seminggu aku tidak bertani kesawah. Dan seminggu juga lembuku tidak dijaga. Selama itu,aku asik termenung saja. Aku bimbang,sungguh bimbang. Inah seorang yang cantik jelita. Bagaimana kalau ada kumbang yang terpikat hati. Bagaimana kalau Inah diambil orang,bagaimana aku nantinya.
Mengenang itu,kalaulah aku bersayap ingin rasanya terbang membawa Inah pulang. Dua minggu,inah tak juga pulang. Sedangkan resah hatiku hanya Tuhanlah yang tau. Bagaimana kalau Inah terpengaruh dengan kehidupan kota. Dikota itu ramai perampok,ramai pembohong,ramai penipu dan dan penyamar. Bagaimana kalau Inah terpedaya. Akan hanyutkah dia oleh kebuasan kota. Mengenang semua itu,setiap kali lepas sembahyang,sering aku memohon agar tuhan melindungi Inah.
Tiga minggu,Inah tak kunjung pulang. Sedangkan tubuhku kata orang tinggal kulit membungkus tulang. Kurus bagaikan sebatang pohon yang menunggu kematianya. Emak menyruh aku pergi kedukun wa Samun. Wa Samun kata,aku kerasuk hantu penunggu pohon mangga. Mak tidak tau aku jadi begini karena rindukan Inah.
Beberapa orang anak-anak nakal mengejekku. Mereka berkata aku kena Aids. Aku marah bukan kepalang. Aku labrak anak-anak nakal itu bertempiaran lari. Mana yang dapat,aku serang mereka dengan batang kayu. Ramai sekampung apabila aku menyerang anak-anak nakal itu sampai babak belur. Mala itu juga,emak dari anak-anak itu mengadu kepada pak Sidan. Apabila pak Sidan mengadu pada emak,emak malah memarahiku. Tapi aku tak perduli. Biar bagaimanapun keadaanku,namun hatuku jangan sekali-kali disakiti.
Menjelang minggu keempat,Inah ahirnya pulang juga. Dan aku bagaikan orang kejatuhan bulan,riang bukan main.
" mengapa engkau jadi begini,yan? "
" aku rindu kamu "
Alangkah syahdunya apabila Inah menatap wajahku. Wajahku yang cekung dan mataku yang jauh terperosok.
" kamu akan pergi lagi,inah? "
" aku terpaksa yan. aku mau membantu keluarga,aku juga mau bersedia untuk masa depan kita! "
" pulanglah selalu inah! "
" susah yan. tugasku terlalu banyak! "
" aku tak mau kamu tersuksa dikota! "
" aku tau menjaga diri! "
" aku bimbang inah! "
" tiada apa yang perlu dibimbangkan. aku tetap setia padamu,percayalah! "
Dengan hati yang sangat berat,aku sekali lagi merelakan Inah pergi. Aku berusaha memperbaiki hidupku. Aku mau bekerja keras. Aku mau kumpul duit sebanyak-banyaknya. Lepas itu aku mau meminang Inah. Aku tidak mau lagi berpisah denganya.
Kemarin aku dapat surat dari Inah. Inah menceritakan,dia kesunyian hidup dikota. Dia rindukan suasana kampung,dengan burung-burung terbang riang dan sawah padi menghijau subur. Inah bercerita,dia rindukan air sungai yang jernih,dan keseronokan ketika memancing. Inah juga bercerita,betapa dia sering merindukan sayuran kampung,dengan kelejatan pucuk ubi dimasak dengan santan dicampur ikan lele. Dan Inah bercerita juga,betapa dia sering merindukan aku. Andai aku bersayap,mau rasanya aku terbang menemui Inah pada saat itu juga.
Hasil menjual padi dari panen sawahku dapat,lima juta rupiah. Kemarin ,Lina adikku yang masih sekolah di SMA minta satu juta lima ratus rupiah ribu rupiah untuk yuran sekolahnya. Setelah itu,adik yang nomer duaku yang juga sekolah di SMA yang sama,minta satu juta dua ratus ribu rupiah untuk bayar kegiatan disekolahnya. Terus adik bungsuku yang masih sekolah di SMP,minta lima ratus ribu rupiah untuk ongkos setiap hari naik angkot pergi ke sekolahnya. Di itung-itung semua,cuma tinggal satu juta delapan ratus ribu rupiah.
Terus bagaimana aku mau meminang Inah?.....
Dapat duit hasil menjual pisang dan sayur-sayuran dari kebun,aku berikan kepada Emak. Emak inipun satu hal juga. Kalau aku tak beri uang,mulutnya berkicau seperti burung beo tercabuk ekornya. Tapi kalau Abangku tak membari barang satu sen pun,Emak diam saja. Dalam hal itu,aku sering berjauh hati kepada Emak.
Betul lah kata orang,untung tak dapat diraih,malang tak dapat ditolak. Suatu hari tersebar berita,yang Inah di pinang orang. Dia bertunangan dirumah Bibinya yang punya restauran tampat dia bekerja. Mulanya aku tidak percaya. Mana mungkin dia tergamak menghianatiku. Akan tetapi Darmin,orang yang menceritakan itu semua kepadaku,beriya-iya mengakuinya. Namun aku tetap tak percaya. Aku tau,Darmin suka sama Inah,namun Inah tak menyukainya. Kata Inah,Darmin itu pemalas,maunya diberi dan berat tangan. Inah langsung tak menyukainya.
Namun kemudian,hatiku hancur luluh dan duniaku gelap gulita,apabila kutau yang Inah memang talah bertunangan. Geramnya hatiku,sehingga pohon mangga yang sedang berbuah bergegar aku terjang. Tempat duduk yang berada dibawah pohon itu tempat aku bersuai dengan Inah,dan termenung setelah pemergian Inah. Aku pecahkan dan kulempar-lemparkan hingga berserai. Setelah itu aku merenung dan meraung seperti orang gila. Tubuhku yang kurus,makin bertambah kurus.
" engkau kejam inah! "
" engkau kejam! "
" engkau tidak setia! "
" engkau menghianati cintaku! "
" engkau..."
Pohon mangga yang sedang lebat berbuah,bergegar aku terjang. Aduh mak? sakitnya apabila kakiku bengkak. Beberapa biji buahnya yang hampir masak,berguguran. Dan sebiji diantaranya,menimpa batang hidungku. Apabila melihat buah mangga itu,aku teringat,Inah suka mangga muda yang dicicah dengan kecap dan cili. Lepas menikah nanti,tentu Inah mengidam mangga muda. Teringat itu,aku naik angin. Mau rasanya aku tebang semua pohon mangga yang ada itu. Namun aku tak mau menyakiti Inah. Aku tetap sayangkan dia,meskipun dia menghianatiku.
Sejak Inah bertunangan,hidupku tak tentu arah lagi. Jika dulu aku merana,karena berpisah dengan Inah. Kini aku sengsara karena Inah menjadi milik orang. Walau kemanapun aku pergi,aku teringatkan Inah. Ketika berkebun,aku sering terbayang Inah datang dengan senyum simpulnya. Ketika bersawah,aku sering berharap agar dia pulang dengan senyum manisnya. Ketika bercocok tanam,aku berangan Inah sedang membantuku. Kian hari kian kerap hatiku termenung. Aku termenung ketika bercocok tanam. Termanung ketika dikebun. Termanung disawah. Termenung ketika mengembala. Di masjid,dititian,ketika mandi disungai.
" oii yan....kamu mau mati kah "
" mengapa mak? "
" Yang kamu termenung diatas pohon kelapa itu kenapa? "
" saya rindukan inah! "
" sudahlah,orang disuruh ambil buah kelapa,lain pula yang dinuatnya "
Sengsaraku kian hari,kian parah. Ketika bersawah,orang ditengah sawah kusangka Inah. Ketika mengembala,lembu aku sangkakan Inah. Ketika mandi disungai,tanggul tebing kusangkakan Inah. Betapa parahnya aku. Aku teringat kata-kata Emak. Aku hanya seorang petani,hidupku serba kekurangan. Sementara Inah gadis yang cantik jelita. Denga keadaanku yang serba kekurangan,siapalah aku untuk bakal menjadi suami Inah.
Lama kemudia ahirnya Inah pulang juga. Tapi aku tak ingin lagi menatap wajahnya. Memang aku tak sanggup memandang wajah insan yang melukai dan menghianati cintaku. Meski rinduku padanya setengah mati,namun untuk menatap wajahnya,yang telah menjadi tunangan orang,aku tak sanggup.
" yan? "
" inah "
" mengapa kamu yan? "
" mengapa kamu inah? "
" mengapa yan? "
" mengapa kamu menerima pinangan orang lain. mengapa kamu memungkiri janji. mengapa kamu menghianatiku. mengapa kamu zalim inah? "
" sudahlah. kita jangan berjumpa lagi "
" aku belum bertunangan yan?. memang benar aku dipinang orang,namun aku menolaknya. yang bertunang itu teman kerjaku,yang namanya sama denganku. karena dia tiada keluarga,jadi acara pertunangan itu dilaksanakan dirumah bibi. yang punya tempat aku bekerja itu? "
" inah,betulkah?...oh tuhan " ketika itu,aku terasa seolah mentari yang sekian lama kena gerhana,tiba-tiba bersinar kembali.
" siapa yang buat cerita ini? "
" Darmin "
" itulah kamu,suka dengar kata orang!." Inah memarahiku
Geram hatiku pada Darmin bukan main. Aku menanggung sengsara tak tentu arah karena dia. Kalau ikutkan hati,mau rasanya aku kerjakan dia sampai berkecai. Lepas itu,kutanam dikubangan kerbau. Namun apabila mengenangkan yang Darmin itu lebih besar dan kuat dariku,aku terpaksa mengalah. Takut pula aku,kalau-kalau aku yang dikerjakanya. Bagaimana kalau aku yang ditanam ke kubangan kerbau.
" kita bertunang yan? "
" inah "
" aku tak mau lagi berpisah denganmu? "
" inah aku tak berduit "
" lembumu itu kan banyak,takan tak boleh dijual seekorpun? "
" iya,tak iya juga ya? " aku menepuk dahi
" kita tak akan berpisah lagi,yan? "
Kitika itu,aku merasa sesuatu yang sangat indah. Dunia terasa hanya milikku. Aku dutabalkan sebagai Raja,dan Inah permaisurinya. Ketika aku coba mencium pipinya,Inah menjeling tajam kearahku.
" nantilah " katanya.
Seminggu kemidian,aku mengantar rombongan meminang Inah. Keluarganya pun terpaksa menerima pinanganku. Mereka tau antara aku dan Inah tak bisa dipisahkan lagi. Tanggal perkawinanpun ditetapkan sebulan lagi. Aku rasa seperti satu kurun lamanya.
Terpaksa juga aku menunggu. Dan Inah akan menjadi milikku. Jauh disudut hatiku,ketika bersendirian,aku sering membayangkan. Pada malam pengantin nanti,dalam kamar yang serba indah,dalam hangatnya dekapan Inah,akan kubisikan padanyaa;
" inah?.....mulai saat ini resmilah inah menjadi istri abang. abang berharap semoga inah dapat menjadi seorang istri sebaik mungkin. abang berjanji akan memberi sepenuh kebahagiaan kepada inah. jadikanlah pengalaman dahulu sebagai pelajaran,dan mulai saat ini,segala cobaan akan kita tempuhi bersama-sama. semoga Tuhan senantiasa bersama kita "
Inah akan memeluku dengan penuh perasaan,air mata gembiranya mengalir di pipi gebunya.
Tamat
Nukilan bersama; Rusman Sha'rif / Turyana
No comments:
Post a Comment