Berbagi Berita dan Cerita Dari Sumber Terpercaya

Friday, 16 March 2018

Berguru,Merasa Bodoh

                               Hasil carian imej untuk foto orong bodoh
                                                     Sumber gambar (google)

  eduplikat.blogspot.com  Ketika saya membuka wall FB,saya terpegun dengan dengan tulisan status salah satu teman saya difb,dia juga teman K saya. Berguru,merasa bodoh. Dalam mencari ilmu kita tidak memandang siapa yang memberi ilmu itu terhadap kita,status sosial ekonomi jangan menjadi batas penghalang untuk kita belajar. Jangan memandang siapa yang mengajarkan ilmu itu terhadap kita,karena sebuah ilmu akan turun kepada kita dengan keridoan orang yang mengajarkanya.

   Inilah tulisan lengkapnya;

BERGURU, MERASA BODOH
Oleh: MUCH. KHOIRI
"KALAU kamu berguru pada seseorang, ilmu apapun juga, kamu harus merasa bodoh." Nasihat guru saya ini selalu terngiang hingga saat ini, terlebih jika saya akan mempelajari suatu ilmu atau pengetahuan yang baru dari seseorang.
'Merasa bodoh' adalah membuka pikiran dan hati untuk menerima ilmu dari sang guru. Gurulah yang memberikan ilmu atau membukakan jalan ilmu. Gurulah yang menuntun dan membimbing. Sebagai murid, saya akan menempatkan guru sebagai orang yang lebih alim dalam ilmu tertentu. Saya siap menerima, gurulah yang memberi. Saya harus ridha menjadi muridnya.
'Merasa bodoh' adalah menerima kritik, masukan, atau saran. Semua ini dianggap sebagai obat mujarab untuk mematangkan ilmu yang saya peroleh. Seandainya saya perlu mendebat, saya perlu menjaga hubungan guru-murid dengan ketakdziman yang indah. Ada seni komunikasi dan adab yang perlu dijaga. Doa ridha guru, bagaimanapun, adalah penyebab turunnya barakah ilmu beliau.

Siapa saja 'guru' di sini? Tentu, guru dalam arti luas, baik guru formal maupun guru informal dna nonformal. Boleh jadi, ada mahasiswa yang yang jagoan dalam IT, tempat saya berguru tentang membuat website, mendesain program, membuka jejaring online, dan semacamnya. Dia adalah guru IT yang patut dihormati, meski di kampus dia sekaligus juga mahasiswa saya. Peran muncul sejalan dengan status, bukan?
Dengan semangat demikian, saya akan selalu sadar bahwa setiap orang memiliki kelebihan. Di atas langit ada langit yang terhampar sangat luas. Ada laut yang lebih dalam daripada laut yang dalam. Selalu ada manusia yang memiliki keluasan dan kedalaman ilmu daripada manusia yang dianggap pandai dan bijak. Maka, selagi ada manusia yang memiliki ilmu baru, di luar yang saya kuasai, dialah guru yang perlu saya ikuti jejaknya. Dialah tempat berguru, tempat saya merasa bodoh.
Jika merasa pintar menutup pintu ilmu dari guru, merasa bodoh justru membuka seluas-luasnya masuknya ilmu itu. Meski ia akan terfilter dengan ilmu yang telah menyatu dengan diri, merasa bodoh membuat penyaringan saripati ilmu berlangsung dengan perasaan senang dan sukacita. Bukankah hal demikian mudah mencerdaskan otak, mengayakan hati, dan membijakkan diri?
Sejauh itu, yang masih perlu diperangi adalah keengganan untuk merasa bodoh di depan 'guru' yang sehari-hari, secara sosial, menjadi 'anak' atau 'siswa' saya. Terkadang ini berat rasanya. Namun, merasa bodoh di depan mereka jauh lebih bagus ketimbang benar-benar bodoh dalam ilmu mereka. Jika ini terjadi, saya adalah manusia yang akan sangat merugi.*
Jember, 10/3/2018
*Much. Khoiri adalah dosen Unesa dan penulis 33 buku; penasihat GGM Nusantara.

No comments:

Adbox