Apabila pemimpin berpegang teguh kepada prinsip dan nilai-nilai agama,jadinya berlaku adil. Tidak meletakan napsu dan kepentingan sendiri melebihi kepentingan rakyat yang dipimpinya. Pada waktu itu iklim politik negara dan masyarakat berada dalam suasana aman dan harmoni. Sebaliknya apabila kuasa ditanggapi sebagai wahana memuaskan napsu manusiawi sehingga tergamak melakukan perbuatan diluar batasan syarak dan norma akhlak seperti korupsi,saling mengadu domba,fitnah memfitnah dan menghianati antara satu sama lain,pada waktu itu negara dan masyarakat jatuh merudum ke lembah kehinaan dan kecelakaan.
Sememangnya kuasa menjadi isu yang cukup penting untuk dibicarakan setulusnya agar natijah yang lahir daripadanya bukan sahaja bermakna kepada diri sendiri tetapi yang lebih penting kepada masyarakat keseluruhanya. Sama ada disadari ataupun tidak kita sebenarnya sedang mengalami krisis pemikiran dan pandangan sikap terhadap makna kuasa.
Dalam membicarakan soal kuasa pasti ramai yang secara spontan menanggapinya sebagai satu bentuk kemasyhuran yang boleh mengangkat martabat seseorang kesatu tahap yang menyebabkanya dihormati dan disanjungi oleh masyarakat. Malah tidak kurang juga yang melihatnya sebagai ijin besar untuk memenuhi keserakahan nafsu yang tiada penghujungnya. Akibat daripada kejanggalan persepsi inilah kita dapati manusia kadangkala seperti paranoid apabila berbicara mengenai kuasa. Manusia seolah-olah hilang pertimbangan rasional apabila kuasa menjadi tujuan hidup atau lebih mudahnya lagi diistilahkan sebagai mempertuhankan kuasa.
Terlalu menganggungkan kuasa
Apa saja sanggup dilakukan demi mempertahankan mahupun merebut kuasa. Caci maki,mengadu domba sehingga sanggup menjatuhkan antara satu sama lainya,merupakan fenomena lumrah yang terhasil daripada sikap yang terlalu mengagungkan kuasa. Penyimpangan persepsi terhadap konsep kuasa inilah akhirnya mewujudkan permasalahan sosiol yang lebih parah. Demi kuasa kita sanggup melakukan apa saja asalkan yang diinginkanya mampu direalisasikan. Dengan kuasa juga kita rela menggadaikan prinsip dan etika akhlak hingga sanggup merampas hak orang lain dan menganiaya saudara sendiri. Dengan kuasa batasan halal dan haram sudah tidak dipedulikan lagi hanya karena mengejar bayangan hidup yang penuh fantasi.
Kita sebenarnya lupa bahwa kuasa merupakan amanah Allah atau taklif rabbani yang pasti dipertanggung jawabkan kepada Allah dihari akhirat kelak. Inilah yang diterangkan melalui nasehat Nabi Muhammad SAW kepada Abu Dzar Al-Ghiffari ra berkenaan konsep kuasa dan kepemimpinan seperti sabdanya; "Sesungguhnya ia (kuasa) adalah amanah. Dan pada hari kiamat nanti ia merupakan penghinaan dan penyesalan,kecuali bagi yang mengambilnya sesuai dengan haknya dan melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya."(Hadis Riwayat Muslim). Inilah makna kuasa yang harus difahami dan dihayati. Kuasa menurut islam merupakan amanah besar bukan saja terhadap manusia sejagat tetapi yang lebih penting dan utama kepada Allah,tuhan yang berkuasa menjadikanya dan mengurniakanya segala nikmat keatasnya.
Sesuatu nikmat yang dikurniakan Allah pastinya menuntut kepada suatu pertanggung jawaban. Dalam konteks ini,pertanggung jawaban yang bakal diperhitungkan di akhirat kelak pastinya dilihat dari sudut sejauh mana kuasa yang diamanahkanya telah dilaksanakan dengan iklas dan mengikut aturan dan tuntutan syariat islam. Sekiranya kuasa ditanggapi sebagai amanah atau tanggung jawab besar yang perlu ditunaikan secara ikhlas dan jujur maka bukan saja kehidupan peribadi menjadi lebih positif malah yang lebih penting mampu menatijahkan suasana masyarakat yang lebih konduksif dan harmoni.
Sememangnya kuasa menjadi isu yang cukup penting untuk dibicarakan setulusnya agar natijah yang lahir daripadanya bukan sahaja bermakna kepada diri sendiri tetapi yang lebih penting kepada masyarakat keseluruhanya. Sama ada disadari ataupun tidak kita sebenarnya sedang mengalami krisis pemikiran dan pandangan sikap terhadap makna kuasa.
Dalam membicarakan soal kuasa pasti ramai yang secara spontan menanggapinya sebagai satu bentuk kemasyhuran yang boleh mengangkat martabat seseorang kesatu tahap yang menyebabkanya dihormati dan disanjungi oleh masyarakat. Malah tidak kurang juga yang melihatnya sebagai ijin besar untuk memenuhi keserakahan nafsu yang tiada penghujungnya. Akibat daripada kejanggalan persepsi inilah kita dapati manusia kadangkala seperti paranoid apabila berbicara mengenai kuasa. Manusia seolah-olah hilang pertimbangan rasional apabila kuasa menjadi tujuan hidup atau lebih mudahnya lagi diistilahkan sebagai mempertuhankan kuasa.
Terlalu menganggungkan kuasa
Apa saja sanggup dilakukan demi mempertahankan mahupun merebut kuasa. Caci maki,mengadu domba sehingga sanggup menjatuhkan antara satu sama lainya,merupakan fenomena lumrah yang terhasil daripada sikap yang terlalu mengagungkan kuasa. Penyimpangan persepsi terhadap konsep kuasa inilah akhirnya mewujudkan permasalahan sosiol yang lebih parah. Demi kuasa kita sanggup melakukan apa saja asalkan yang diinginkanya mampu direalisasikan. Dengan kuasa juga kita rela menggadaikan prinsip dan etika akhlak hingga sanggup merampas hak orang lain dan menganiaya saudara sendiri. Dengan kuasa batasan halal dan haram sudah tidak dipedulikan lagi hanya karena mengejar bayangan hidup yang penuh fantasi.
Kita sebenarnya lupa bahwa kuasa merupakan amanah Allah atau taklif rabbani yang pasti dipertanggung jawabkan kepada Allah dihari akhirat kelak. Inilah yang diterangkan melalui nasehat Nabi Muhammad SAW kepada Abu Dzar Al-Ghiffari ra berkenaan konsep kuasa dan kepemimpinan seperti sabdanya; "Sesungguhnya ia (kuasa) adalah amanah. Dan pada hari kiamat nanti ia merupakan penghinaan dan penyesalan,kecuali bagi yang mengambilnya sesuai dengan haknya dan melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya."(Hadis Riwayat Muslim). Inilah makna kuasa yang harus difahami dan dihayati. Kuasa menurut islam merupakan amanah besar bukan saja terhadap manusia sejagat tetapi yang lebih penting dan utama kepada Allah,tuhan yang berkuasa menjadikanya dan mengurniakanya segala nikmat keatasnya.
Sesuatu nikmat yang dikurniakan Allah pastinya menuntut kepada suatu pertanggung jawaban. Dalam konteks ini,pertanggung jawaban yang bakal diperhitungkan di akhirat kelak pastinya dilihat dari sudut sejauh mana kuasa yang diamanahkanya telah dilaksanakan dengan iklas dan mengikut aturan dan tuntutan syariat islam. Sekiranya kuasa ditanggapi sebagai amanah atau tanggung jawab besar yang perlu ditunaikan secara ikhlas dan jujur maka bukan saja kehidupan peribadi menjadi lebih positif malah yang lebih penting mampu menatijahkan suasana masyarakat yang lebih konduksif dan harmoni.
No comments:
Post a Comment